Saat hati tak bisa bicara air mata yang
akan bicara, sedih berbalut luka,
goresan yang butuh penghapus dan kebahagiaan yang bertabur canda. Tak pernah
berharap akan jatuhnya bintang yang mampu menyinari redupnya bumi. Namun
redupnya bumi mampu membangunkan manusia dari tidurnya. Sejenak hati berfikir
apakah arti sebuah ketenangan? Ketika jiwa tak mampu bersikap lembut maka
perkataan yang akan bersikap kasar, dan ketika jiwa ini lembut maka perkataan
ini juga akan lembut.
Ketenangan jiwa membutuhkan
keikhlasan dan mengumpulkan energy untuk selalu menjaganya agar tak memberontak
secara liar. Air mata keikhlasan selalu menetes tak terhankan, engkau kuat tak
selamanya kuat tapi engkau mencoba kuat hingga akhirnya engkau kuat. Engkau
yang mulai sayup, redup, lelah dan bahkan hampir jatuh ke lubang jurang engkau
selalu termenung.
Ketenangan itu ternyata tak hanya
membutuhkan sebuah motivasi diri, bahkan kepercayaan untuk berbagi kepada orang
lain tak pernah dilakukannya. Ku artikan itu sebuah ketenangan untuk
meminimalisir masalah. Akankah hati ini sanggup menanggung sendiri, ketika
dalam kondisi lemah ingin rasanya hati itu menjerit. Jeritan yang tak sampai
hanya air mata yang menjadi saksi. Air mata melambangkan kecengengan, lantas
apakah menahan air mata itu mudah? Air mata tak bisa terbendung, ada apa dengan
jiwa ini? Kegoyahan apa yang membuat engkau rapuh?
Kini engkau sadar, engkau terlalu
mengikuti bisikan dan suara yang hanya bisa menjadikan dirimu seperti itu. Tak
bisa menyalahkan orang lain karena yang menjadi penyakit adalah suara yang
mulai menggoyahkan hatimu secara keras. Setiap keputusan ada konsekwensi,
dengan keikhlasan menerima apapun yang telah dititipkan-Nya. Keyakinan akan
adanya hikmah akan mulai terjawab.
Dalam heningnya suasana, selalu ku
berharap, kapan ini akan berakhir, ketenanganlah yang bisa diinginkan. Tak
pernah ku lakukan untuk menyakiti orang lain, namun mungkin seringkali segala
sikap selalu salah. Niat baikku tak pernah kusalahkan karena melangkah dengan
usaha keras meskipun tak dihargai ku takkan pernah menyalahkan siapapun.
Ketenangan mulai ku cari hingga kini perjalanan masih berliku, arah yang harus
dituju membutuhkan jembatan dan penunjuk arah.
Dibalik kegundahan, pasti ada kesempatan
untuk mendapatkan keindahan. Ketenangan itu mungkin hanya melalui tetesan air
mata yang mengalir dan senantiasa selalu dekat dengan-Nya. Ku ikuti alurnya
meski keyakinan akan jawaban belum terlihat jua. Ibarat pohon kini telah
diterpa badai dan angin kencang. Begitu juga hati yang mulai diguncang dengan
guncangan yang keras. Semua membutuhkan kesabaran dan selalu memberi kesejukan
dalam kondisi panas yang menyengaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar